Surabaya – Polemik pemberhentian Prof. Dr. Budi Santoso, dr., SP.OG dari jabatan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR) pada hari Rabu, 3Juli 2024 lalu, memunculkan ramainya pemberitaan dan spekulasi. Oleh karenanya, Prof. Budi dengan didampingi Tim Advokasi untuk Kebebasan Akademik (TATAK) mengajukan klarifikasi keberatan atas pemberhentian tersebut, pada Senin (8/7/2024), di UNAIR Surabaya.
Tim TATAK, terdiri dari YLBHI, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, MHH PP Muhammadiyah, LBH AP PP Muhammadiyah, KIKA, CALS, Themis Indonesia, AIPKI, POGI dan SPK. Mereka akan mengajukan klarifikasi atas Surat Keputusan Pemberhentian sebagai Dekan kepada Pimpinan UNAIR.
Saat ditemui di depan gerbang FK UNAIR Surabaya, Prof. Budi menyampaikan, pihaknya mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan media karena sudah berkenan untuk hadir untuk mendengarkan klarifikasinya tersebut.
“Saya juga mohon maaf, mungkin beberapa hari ini, saya tidak menerima tawaran untuk wawancara. Tawaran untuk memperjelas, terkait dengan kasus yang menimpa saya. Ada satu hal yang perlu kami sampaikan. Kami datang ke kampus C UNAIR tadi, Ke kantor Rektor dengan niatan baik, kami ingin mengantarkan sebuah surat yang isinya klarifikasi dan mempertanyakan alasan maupun prosedur yang diberlakukan kepada kami,” tutur Prof. Budi dikutip dari Kominfo Jatim.
Dengan begitu singkatnya Prof. Budi menerima SK tersebut, dengan harapan dan niat baik, pihaknya ingin memperjelas, bahwa hal-hal yang bersifat informasi yang ada di publik supaya tidak menimbulkan spekulasi. “Maka kami mengajukan suatu surat yang isinya adalah pertanyaan dan klarifikasi yang terkait dengan alasan dan prosedur terkait dengan pemberhentian saya,” ujar Prof. Budi.
Dengan surat pengajuan klarifikasi atas keberatan tersebut, Prof. Budi berharap, nanti akan timbul dialog yang baik antara pihaknya dengan pimpinan UNAIR, untuk menghasilkan solusi yang baik.
“Demi rumah besar kita, Universitas Airlangga karena rumah besar ini harus kita rawat dengan hati yang lebar, fikiran yang lapang, dan jiwa yang tenang. Kita ingin UNAIR tetap maju dan berkembang,” harap Prof. Budi.
Lebih lanjut, Prof. Budi mengatakan, pihaknya saat ini memang berniat hanya untuk menyerahkan surat klarifikasi keberatan yang isinya empertanyakan pemberhentian dirinya sebagai Dekan FK UNAIR.
“Karena di surat keputusan tersebut, tidak ada hal yang menjelaskan alasan tersebut. Terus yang kedua, saya itu kan orang yang tidak mengerti hukum. Karena saya itu kan pekerjaannya operasi dan mengajar. Maka kami bertanya baik-baik, kami ditemani oleh teman-teman dari LBH, dan teman-teman dari KIKA atau Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik,” ujarnya.
Dengan surat pengajuan klarifikasi keberatan ini, Prof. Budi berharap semua orang tahu niat baiknya yang ingin menyelesaikan polemik ini dengan baik-baik, dan secara kekeluargaan. “Terkait SK dan lain sebagainya itu kewenangan rektorat yang menjawab. Justru itu yang menjadi poin pertanyaan kita hari ini,” ucap Prof. Budi.
Sementara itu, Advokat LBH Surabaya, Jauhar Kurniawan menyampaikan, saat itu pihaknya mendampingi Prof. Budi terkait pemberhentian dari jabatannya sebagai Dekan FK UNAIR. “Ada beberapa hal yang kami menilai belum jelas ya, dan muncul pertanyaan mengapa Prof. Budi dihentikan dalam waktu yang singkat. Padahal beliau merasa tidak melakukan kesalahan apapun, dalam rangka melaksanakan tugas-tugasnya sebagai Dekan FK UNAIR,” ungkap Jauhar.
Jauhar juga mengatakan, untuk kasus ini pihaknya masih belum memikirkan apakah akan mengambil langkah secara hukum.
“Kami masih menunggu respon dari pihak Rektorat dan membuka dialog dengan pihak Rektorat untuk mencari solusi penyelesaian dari permasalahan ini. Kalau tadi kami hanya menyampaikan surat keberatan saja,” pungkas Jauhar. (Dia)